KRH. Hadjid |
K.R.H. Hadjid lahir di Yogyakarta pada tahun 1989. Dia salah seorang santri
didikan langsung dari pendiri Muhammadiyah, K.H. Ahmad Dahlan. Setelah ber-Sekolah
Rendah umum dan belajar Agama, beliau naik haji ke Makkah sambil mengaji di
sana. Kembali dari Makkah, mengaji di Pesantren Jamsaren dan Madrasah Mambaul
Ulum di Solo. Kemudian pindah ke Pesantren Termas, Pacitan dan Madrasah Al-Atas
di Jakarta. Selama lima tahun, dari tahun 1917-1922, beliau menjadi santri
langsung dari K.H. Ahmad Dahlan, untuk menjadi kader Muhammadiyah. Beliau
banyak belajar sendiri dengan cara membaca dan melakukan munadharah
dengan K.H. Bakir Shaleh.
Dalam Muhammadiyah, K.R.H. Hadjid mendapat tugas
khusus dari K.H. Ahmad Dahlan bersama dengan K.H. Mochtar dan H.M. Syarbini
membentuk kepanduan Muhammadiyah, yang kemudian dikenal dengan nama Hizbul
Wathan (HW). Hizbul Wathan adalah usul K.R.H. Hadjid untuk memberi nama
kepanduan ini. K.R.H. Hadjid bersama K.H. Ahmad Dahlan juga bergabung dalam
proses penerbitan majalah Suara Muhammadiyah sebagai redaksi. Dalam box redaksi
Suara Muhammadiyah tahun 1921, nama K.R.H. Hadjid tercantum sebagai
redaksi bersama K.H. Ahmad Dahlan, H.M. Hisyam, R.H. Djalil, M. Siradj, Soemodirdjo,
dan Ngabehi Djojosoegito.
K.R.H. Hadjid pernah
menjadi guru Standaard School dan HIS Muhammadiyah. Kemudian dia pernah menjadi Kepala Madrasah Muallimin dan
Madrasah Muallimat Muhammadiyah di Yogyakarta. Pernah juga menjadi dosen di Akademi Tabligh yang kemudian menjadi FIAD
Universitas Muhammadiyah.
Dalam kepengurusan Muhammadiyah, K.R.H. Hadjid
pernah menjabat sebagai Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Majlis Tarjih dan
Ketua Majlis Tabligh. Jabatan terakhirnya adalah sebagai penasehat Pimpinan
Pusat Muhammadiyah (periode H.M. Junus Anies).
Di samping aktif di Muhammadiyah, K.R.H.
Hadjid bergerak di bidang
politik dengan terjun di Sarekat Islam (SI) bersama K.H. Ahmad Dahlan. K.R.H.
Hadjid aktif menentang kebijakan Ordonansi Sekolah Liar untuk menghambat
perkembangan sekolah-sekolah swasta bersama Ki Hajar Dewantara dengan Taman
Siswa-nya.
Bersama Haji Fachrodin, K.R.H. Hadjid pernah menjabat sebagai Ketua Bestuur Umat Islam yang menggelar pawai akbar
di Alun-alun Utara dalam rangka peringatan Isra dan Mi’raj Nabi Muhammad saw
pada tahun 1925. Pawai akbar peringatan Isra Mi’raj pada tahun 1925 sangat
fenomenal karena sebanyak 35.000 kaum Muslimin berhasil dikumpulkan di Alun-alun
Utara Yogyakarta. Di tangan masing-masing peserta pawai tergenggam bendera
hijau berlambang matahari dan dua kalimah syahadat. Seribu orang Pandu
Hizbul-Wathan siap dengan terompet dan genderang untuk menjadi pelopor pawai.
Tetapi pawai akbar ini gagal karena Resident Yogyakarta tidak mengeluarkan izin
penyelenggaraan kegiatan massal ini.
Pada masa pendudukan Jepang, mendekati persiapan
kemerdekaan Indonesia, ketika dibentuk Masyumi (belum jadi partai), K.R.H.
Hadjid menjadi ketua Masyumi Yogyakarta. Setelah Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia dan dibentuk Komite Nasional lndonesia (KNI) di daerah-daerah, beliau
menjadi Wakil Ketua II KNI Yogyakarta dengan ketua Mohammad Saleh Werdisastro.
Pada masa revolusi fisik mempertahankan
kemerdekaan Republik Indonesia, K.R.H. Hadjid aktif berjuang angkat senjata.
Beliau ikut membentuk Markas Ulama dan menjadi Wakil Imam Angkatan Perang
Sabil (APS). K.R.H. Hadjid juga menjadi ketua Hizbullah periode pertama.
Ketika terbentuk Partai Islam Masyumi, K.H. Hadjid
menjadi Makil Ketua Majlis Syura Pusat dan pada tahun 1957 menjadi anggota
Konstituante dari Fraksi
Masyumi.
K.H.R. Hadjid meninggal dunia pada malam Jumat
tanggal 22 Desember 1977 di rumah kediamannya di Kauman GM 4/189 setelah
sebelumnya pernah dirawat di RS PKU Muhammadiyah. Beliau meninggalkan 10
putra-putri, 21 cucu dan 7 orang cicit. Putra sulung beliau H.R. Haiban Hadjid,
mantan Kepala Jawatan Pendidikan Agama DIY dan ketua Pimpinan Muhammadiyah
Wilayah DIY. Putra beliau, M. Zar’an Hadjid, seorang Panca dan Legium Veteran. [Mu’arif]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar