RH Sjarkawi |
Gedung di Jalan Kauman (dulu bernama Jalan
Jagang) nomor 44 itu sudah beralih fungsi. Sepintas, gerai kacamata itu tampak
biasa-biasa saja, menempati gedung tua seperti pada umumnya bangunan berstatus
cagar budaya (heritage) di kampung
Kauman, Yogyakarta. Mungkin pemilik gerai tidak tahu, siapa sebenarnya sang
arsitek gedung tersebut. Barangkali pemilik gerai juga tidak tahu apa yang
melatarbelakangi pembangunan gedung dan apa serta bagaimana statusnya dalam
lintasan sejarah. Itulah gedung Hoofdbestuur
(HB) Muhammadiyah pertama ketika K.H. Ahmad Dahlan mendirikan persyarikatan
Muhammadiyah pada 1912 silam. Sang arsitek gedung tersebut adalah R.H.
Sjarkawi, salah seorang pengurus di jajaran teras HB Muhammadiyah, yang
berprofesi sebagai arsitek (anemer) dan
seorang saudagar di Kauman.
Gedung HB Muhammadiyah Pertama
Tidak banyak yang tahu status
gedung yang terletak di pojok barat daya Kauman hingga saat ini. Adalah
almarhum Ahmad Adaby Darban (2010), sejarawan Muhammadiyah, yang pernah mengungkap
status gedung tersebut. Penulis sendiri pernah meminta informasi kepada
almarhum tentang status gedung yang kini telah beralih fungsi tersebut. Jawaban
almarhum tegas, bahwa gedung di Jalan Kauman nomor 44 adalah bekas kantor HB
Muhammadiyah yang dirancang oleh R.H. Sjarkawi.
Gedung HB Muhammadiyah
sebenarnya cukup besar dan menempati lahan yang luas. Namun yang tersisa dari
gedung tersebut adalah bagian yang kini menjadi sebuah gerai kacamata. Gedung
HB Muhammadiyah pertama sebenarnya dibangun di atas tanah milik K.H. Ahmad
Dahlan. Rumah K.H. Ahmad Dahlan dan Langgar Kidul—yang pernah dirobohkan atas
perintah Hoofdpenghulu K.H. Cholil Kamaludiningrat—terletak di belakang gedung
ini. Dengan demikian, kita dapat membayangkan bahwa sosok K.H. Ahmad Dahlan
sebenarnya seorang saudagar yang kaya raya, selain mengelola bisnis batik ia
juga memiliki tanah yang sangat luas.
R.H. Sjarkawi, sang anemer yang merancang gedung HB
Muhammadiyah pertama, adalah salah seorang murik K.H. Ahmad Dahlan. Selain
berstatus sebagai arsitek, ia juga dikenal sebagai salah seorang saudagar kaya
di Kauman. Dalam daftar Sekoetoe
Moehammadijah yang dimuat di Soeara
Moehammadijah nomor 3 tahun 1924 tertera nama R.H. Sjarkawi pada nomor urut
4. Terdapat keterangan yang menyebutkan bahwa R.H. Sjarkawi adalah saudagar
dari Kauman. Selain menjadi saudagar batik dan abdi dalem Kraton Yogyakarta, R.H. Sjarkawi juga seorang ahli
bangunan (anemer). Berdasarkan keterangan
Hamron (salah satu cicit R.H. Sjarkawi), keterampilan R.H. Sjarkawi sebagai
ahli bangunan digunakan untuk membangun gedung yang terkenal cukup kokoh dan
megah. Hingga saat ini, gedung peninggalan hasil karya R.H. Sjarkawi masih
kokoh berdiri di Jalan Kauman no. 44. Gedung inilah yang pernah dijadikan
sebagai kantor HB Muhammadiyah pertama.
R.H. Sjarkawi
Raden Haji Sjarkawi adalah putra
K.H. Abdul Jalil, Khatib Tengah. Dia bersaudara dengan Kiai Sangidu, murid K.H.
Ahmad Dahlan yang menggantikan posisi K.H. Cholil Kamaludiningrat sebagai Hoofdpenghulu
Keraton Yogyakarta (1914). Setelah menjabat sebagai Hoofdpenghulu, Kiai Sangidu
menyandang gelar Kanjeng Kiai Penghulu Haji (K.H.P.H) Muhammad Kamaludiningrat
(Ahmad Adaby Darban, 2010). Nah, sosok penghulu yang satu inilah yang sempat
membingungkan tim ahli sejarah ketika Hanung Bramantyo mempersiapkan naskah
film Sang Pencerah. Sumber-sumber sejarah
banyak yang menyebutkan bahwa sosok Penghulu Kamaludiningrat adalah pihak
antagonis—penentang gerakan reformis yang diusung K.H. Ahmad Dahlan—sementara terdapat
pula sumber-sumber sejarah yang menyebutkan bahwa sosok ini justru dinilai
sebagai partner/protagonis gerakan K.H. Ahmad Dahlan. Maka penulis menyimpulkan
bahwa sosok penghulu yang menjadi pihak antagonis adalah K.H. Cholil
Kamaludiningrat, sementara sosok yang menjadi pihak protagonis adalah K.H.
Muhammad Kamaludiningrat.
Lantas, bagaimana status
hubungan antara R.H. Sjarkawi dengan K.H. Muhammad Kamaludiningrat? Dalam
monograf ”Silsilah Almarhum K.H. Ahmad Ma’lum,” R.H. Sjarkawi dan K.H. Muhammad
Kamaludiningrat (Kiai Sangidu) berstatus sebagai saudara kandung. Kiai Khatib
Tengah, ayah dari R.H. Sjarkawi dan Kiai Sangidu, bersaudara dengan K.H. Ahmad
Ma’lum—Hoofdpenghulu sebelum K.H. Cholil Kamaludiningrat. Dengan demikian,
jabatan penghulu kraton Yogyakarta sebenarnya diwariskan secara turun-temurun
dari salah satu klan dalam sistem keluarga di masyarakat Kauman.
R.H. Sjarkawi menikah dengan salah
seorang putri Khatib Wetan, yang masih bersaudara dengan H. Abdul Hamid dan
H.A. Djawad. Istri Khatib Wetan masih bersaudara dengan ayah R.H. Sjarkawi (Kiai
Khatib Tengah). Dengan demikian, perkawinan R.H. Sjarkawi masih memiliki
kedekatan ikatan darah dengan istrinya. Model perkawinan seperti ini memang
sudah jamak di kalangan masyarakat Kauman sejak zaman dahulu. Atas dasar
inilah, Ahmad Adaby Darban (2010) menyebut salah satu karakteristik Kauman yang
dikenal dengan masyarakat endogami.
Sayang sekali, penulis tidak berhasil melacak tahun
kelahiran dan kapan wafat R.H. Sjarkawi. Lewat informasi berdasarkan
sumber-sumber lisan pun, penulis tidak berhasil melacak tahun kelahiran tokoh
yang satu ini. R.H. Sjarkawi tercatat sebagai salah satu di antara tujuh tokoh
Kauman yang menyatakan bersedia membentuk kepengurusan Boedi Oetomo kring Kauman sebagai salah satu syarat
untuk mempermudah dalam proses mengurus surat permohonan rechtpersoon Muhammadiyah. Setelah kepengurusan pada tahun 1912
terbentuk, nama R.H. Sjarkawi juga tercatat di antara sembilan tokoh yang
menduduki struktur HB Muhammadiyah pertama. Tercatat sembilan tokoh yang
menduduki struktur HB Muhammadiyah pertama adalah: K.H. Ahmad Dahlan, K.H.
Abdoellah Siradj, Haji Ahmad, Haji Abdoelrahman, Haji Mohammad, R.H. Djaelani,
Haji Anies, Haji Mohammad Fakih, dan R.H. Sjarkawi (Lihat Statuten Muhammadiyah
1912 artikel 5). (Mu'arif/Tulisan ini telah dimuat di www.alif.id)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar