Senin, 03 September 2018

RH Sjarkawi, Sang Anemer Muhammadiyah

RH Sjarkawi
Gedung di Jalan Kauman (dulu bernama Jalan Jagang) nomor 44 itu sudah beralih fungsi. Sepintas, gerai kacamata itu tampak biasa-biasa saja, menempati gedung tua seperti pada umumnya bangunan berstatus cagar budaya (heritage) di kampung Kauman, Yogyakarta. Mungkin pemilik gerai tidak tahu, siapa sebenarnya sang arsitek gedung tersebut. Barangkali pemilik gerai juga tidak tahu apa yang melatarbelakangi pembangunan gedung dan apa serta bagaimana statusnya dalam lintasan sejarah. Itulah gedung Hoofdbestuur (HB) Muhammadiyah pertama ketika K.H. Ahmad Dahlan mendirikan persyarikatan Muhammadiyah pada 1912 silam. Sang arsitek gedung tersebut adalah R.H. Sjarkawi, salah seorang pengurus di jajaran teras HB Muhammadiyah, yang berprofesi sebagai arsitek (anemer) dan seorang saudagar di Kauman.

Gedung HB Muhammadiyah Pertama    
Tidak banyak yang tahu status gedung yang terletak di pojok barat daya Kauman hingga saat ini. Adalah almarhum Ahmad Adaby Darban (2010), sejarawan Muhammadiyah, yang pernah mengungkap status gedung tersebut. Penulis sendiri pernah meminta informasi kepada almarhum tentang status gedung yang kini telah beralih fungsi tersebut. Jawaban almarhum tegas, bahwa gedung di Jalan Kauman nomor 44 adalah bekas kantor HB Muhammadiyah yang dirancang oleh R.H. Sjarkawi.
Gedung HB Muhammadiyah sebenarnya cukup besar dan menempati lahan yang luas. Namun yang tersisa dari gedung tersebut adalah bagian yang kini menjadi sebuah gerai kacamata. Gedung HB Muhammadiyah pertama sebenarnya dibangun di atas tanah milik K.H. Ahmad Dahlan. Rumah K.H. Ahmad Dahlan dan Langgar Kidul—yang pernah dirobohkan atas perintah Hoofdpenghulu K.H. Cholil Kamaludiningrat—terletak di belakang gedung ini. Dengan demikian, kita dapat membayangkan bahwa sosok K.H. Ahmad Dahlan sebenarnya seorang saudagar yang kaya raya, selain mengelola bisnis batik ia juga memiliki tanah yang sangat luas.
R.H. Sjarkawi, sang anemer yang merancang gedung HB Muhammadiyah pertama, adalah salah seorang murik K.H. Ahmad Dahlan. Selain berstatus sebagai arsitek, ia juga dikenal sebagai salah seorang saudagar kaya di Kauman. Dalam daftar Sekoetoe Moehammadijah yang dimuat di Soeara Moehammadijah nomor 3 tahun 1924 tertera nama R.H. Sjarkawi pada nomor urut 4. Terdapat keterangan yang menyebutkan bahwa R.H. Sjarkawi adalah saudagar dari Kauman. Selain menjadi saudagar batik dan abdi dalem Kraton Yogyakarta, R.H. Sjarkawi juga seorang ahli bangunan (anemer). Berdasarkan keterangan Hamron (salah satu cicit R.H. Sjarkawi), keterampilan R.H. Sjarkawi sebagai ahli bangunan digunakan untuk membangun gedung yang terkenal cukup kokoh dan megah. Hingga saat ini, gedung peninggalan hasil karya R.H. Sjarkawi masih kokoh berdiri di Jalan Kauman no. 44. Gedung inilah yang pernah dijadikan sebagai kantor HB Muhammadiyah pertama.

R.H. Sjarkawi    
Raden Haji Sjarkawi adalah putra K.H. Abdul Jalil, Khatib Tengah. Dia bersaudara dengan Kiai Sangidu, murid K.H. Ahmad Dahlan yang menggantikan posisi K.H. Cholil Kamaludiningrat sebagai Hoofdpenghulu Keraton Yogyakarta (1914). Setelah menjabat sebagai Hoofdpenghulu, Kiai Sangidu menyandang gelar Kanjeng Kiai Penghulu Haji (K.H.P.H) Muhammad Kamaludiningrat (Ahmad Adaby Darban, 2010). Nah, sosok penghulu yang satu inilah yang sempat membingungkan tim ahli sejarah ketika Hanung Bramantyo mempersiapkan naskah film Sang Pencerah. Sumber-sumber sejarah banyak yang menyebutkan bahwa sosok Penghulu Kamaludiningrat adalah pihak antagonis—penentang gerakan reformis yang diusung K.H. Ahmad Dahlan—sementara terdapat pula sumber-sumber sejarah yang menyebutkan bahwa sosok ini justru dinilai sebagai partner/protagonis gerakan K.H. Ahmad Dahlan. Maka penulis menyimpulkan bahwa sosok penghulu yang menjadi pihak antagonis adalah K.H. Cholil Kamaludiningrat, sementara sosok yang menjadi pihak protagonis adalah K.H. Muhammad Kamaludiningrat.
Lantas, bagaimana status hubungan antara R.H. Sjarkawi dengan K.H. Muhammad Kamaludiningrat? Dalam monograf ”Silsilah Almarhum K.H. Ahmad Ma’lum,” R.H. Sjarkawi dan K.H. Muhammad Kamaludiningrat (Kiai Sangidu) berstatus sebagai saudara kandung. Kiai Khatib Tengah, ayah dari R.H. Sjarkawi dan Kiai Sangidu, bersaudara dengan K.H. Ahmad Ma’lum—Hoofdpenghulu sebelum K.H. Cholil Kamaludiningrat. Dengan demikian, jabatan penghulu kraton Yogyakarta sebenarnya diwariskan secara turun-temurun dari salah satu klan dalam sistem keluarga di masyarakat Kauman.  
R.H. Sjarkawi menikah dengan salah seorang putri Khatib Wetan, yang masih bersaudara dengan H. Abdul Hamid dan H.A. Djawad. Istri Khatib Wetan masih bersaudara dengan ayah R.H. Sjarkawi (Kiai Khatib Tengah). Dengan demikian, perkawinan R.H. Sjarkawi masih memiliki kedekatan ikatan darah dengan istrinya. Model perkawinan seperti ini memang sudah jamak di kalangan masyarakat Kauman sejak zaman dahulu. Atas dasar inilah, Ahmad Adaby Darban (2010) menyebut salah satu karakteristik Kauman yang dikenal dengan masyarakat endogami.
Sayang sekali, penulis tidak berhasil melacak tahun kelahiran dan kapan wafat R.H. Sjarkawi. Lewat informasi berdasarkan sumber-sumber lisan pun, penulis tidak berhasil melacak tahun kelahiran tokoh yang satu ini. R.H. Sjarkawi tercatat sebagai salah satu di antara tujuh tokoh Kauman yang menyatakan bersedia membentuk kepengurusan Boedi Oetomo kring Kauman sebagai salah satu syarat untuk mempermudah dalam proses mengurus surat permohonan rechtpersoon Muhammadiyah. Setelah kepengurusan pada tahun 1912 terbentuk, nama R.H. Sjarkawi juga tercatat di antara sembilan tokoh yang menduduki struktur HB Muhammadiyah pertama. Tercatat sembilan tokoh yang menduduki struktur HB Muhammadiyah pertama adalah: K.H. Ahmad Dahlan, K.H. Abdoellah Siradj, Haji Ahmad, Haji Abdoelrahman, Haji Mohammad, R.H. Djaelani, Haji Anies, Haji Mohammad Fakih, dan R.H. Sjarkawi (Lihat Statuten Muhammadiyah 1912 artikel 5). (Mu'arif/Tulisan ini telah dimuat di www.alif.id)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar