Minggu, 02 September 2018

Haji Hisyam, Sang Arsitek Pendidikan Muhammadiyah

Haji Hisyam
”Saya akan membawa kawan-kawan kita pengurus bagian sekolahan berusaha memajukan pendidikan dan pengajaran sampai dapat menegakkan gedung universiteit Muhammadiyah yang megah untuk mencetak sarjana-sarjana Islam dan maha-maha guru Muhammadiyah guna kepentingan umat Islam pada umumnya dan Muhammadiyah pada khususnya” (Haji Hisyam).

Itulah ikrar Haji Hisyam di hadapan rapat anggota Muhammadiyah yang dipimpin langsung oleh K.H. Ahmad Dahlan ketika pembentukan empat departemen pertama di Muhammadiyah: Bagian Sekolahan, Bagian Tabligh, Bagian Taman Pustaka, dan Bagian Penolong Kesengsaraan Oemoem. Rapat anggota Muhammadiyah diselenggarakan pada tanggal 17 Juli 1920 di gedung Hoofdbestuur (HB) Muhammadiyah Kauman, Yogyakarta. Haji Hisyam mendapat amanat sebagai ketua Bagian Sekolahan. Haji Fachrodin mendapat amanat sebagai ketua Bagian Tabligh. Haji Mochtar mendapat amanat sebagai ketua Bagian Taman Pustaka. Haji Syujak mendapat amanat sebagai ketua Bagian Penolong Kesengsaraan Oemoem (Syujak, 1989: 31).

Ketua Pertama Bagian Sekolahan
Sejak tahun 1912-1919, perkembangan sekolah-sekolah Muhammadiyah meski tidak terlalu pesat tetapi cukup signifikan. Berawal dari Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah yang dirintis K.H. Ahmad Dahlan, konsep pendidikan Islam terpadu ini menjadi model bagi pengembangan sekolah-sekolah Muhammadiyah di luar kampung Kauman. Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah yang dikenal dengan nama ”Sekolah Kiai” berubah status menjadi Volkschool (3 tahun). Kemudian berdiri Standaardschool (4 tahun) di Suronatan. Sampai memasuki tahun 1919, sekolah-sekolah Muhammadiyah sudah mencapai puluhan. Setelah Bagian Sekolahan (Departement van Onderwijs) terbentuk di bawah kepemimpinan Haji Hisyam, pertumbuhan sekolah-sekolah Muhammadiyah semakin pesat. Sumber H.Mh. Mawardi (1977) menyebutkan, sampai memasuki tahun 1932, jumlah Volkschool Muhammadiyah mencapai 103 sekolah dan Standaardschool Muhammadiyah 47  sekolah.
Pertumbuhan sekolah-sekolah Muhammadiyah yang cukup pesat tidak bisa lepas dari peran Bagian Sekolahan. Sosok Haji Hisyam adalah sang arsitek yang meletakkan roadmap pengembangan sekolah-sekolah Muhammadiyah yang mulai menjangkau sekolah tingkat lanjutan. Namun Haji Hisyam tidak sendirian dalam merancang pengembangan sekolah-sekolah Muhammadiyah. Ia mendapat suntikan pemikiran dan tenaga dari dua sosok penting yang nama mereka kurang populer di kalangan warga Muhammadiyah saat ini. Kedua sosok tersebut adalah Sosrosoegondo dan Djojosoegito. Alfian dalam bukunya Politik Kaum Modernis (2010) menempatkan dua sosok ini sebagai peletak fundamen pendidikan Muhammadiyah. Sosrosoegondo adalah guru di Kweekschool Jetis yang menjadi kawan dekat K.H. Ahmad Dahlan. Sedangkan Djojosoegito adalah Guru Sejarah yang menguasai bahasa Inggris dan Belanda. Sosrosoegondo kemudian bergabung di Muhammadiyah menduduki posisi sebagai wakil ketua Bagian Sekolahan. Sedangkan Djojosoegito masuk jajaran struktural HB Muhammadiyah menduduki posisi sebagai sekretaris umum, mendampingi K.H. Ahmad Dahlan.
Mulai tahun 1920, di bawah Manajemen Bagian Sekolah, HB Muhammadiyah merintis sekolah berbahasa Belanda, seperti: Holland Inlandsche School (HIS) met de Qur’an. Pada tahun 1926 HIS met de Qur’an mendapat pengakuan dan subsidi dari pemerintah kolonial Belanda. Tahun 1930, Muhammadiyah merintis Schakelschool yang diperuntukkan bagi anak-anak lulusan Volksschool yang ingin menuntut ilmu yang lebih tinggi. Pada akhir tahun 1932, Muhammadiyah memiliki 69 HIS dan 25 Schakelschool.
Sejak tahun 1918, sepuluh lulusan Standaardschool dikumpulkan oleh K.H. Ahmad Dahlan dan diberi pelajaran agama tingkat lanjutan. Sekolah ini diberi nama ”Qismul Arqa” (Hooger School). Qismul-Arqa berubah nama menjadi Kweekschool Islam lalu diganti dengan nama Kweekschool Muhammadiyah. Kweekschool Muhammadiyah inilah yang kemudian berubah menjadi Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah. Pada tahun 1929, murid-murid putri dipisahkan menjadi Madrasah Mu’allimat. Pada tahun 1926, Muhammadiyah membuka Kursus Guru Volksschool (CVO) untuk mempersiapkan calon guru Volksschool. Tahun 1938, Muhammadiyah merintis Klein Handel-School (Sekolah Dagang Kecil) dan Huishoud School (Sekolah Kerumahtanggaan). Pada tahun 1937, Muhammadiyah membuka Inlandsche MULO Muhammadiyah (SMP Pribumi) dengan mendapat subsidi dari pemerintah. Pada tahun 1934, Muhammadiyah mendirikan Algemeene Middelbare School (AMS) di Batavia yang dipimpin oleh Ir. Juanda.

Haji Hisyam
Haji Hisyam adalah salah satu di antara murid-murid K.H. Ahmad Dahlan yang berjuang sampai akhir hayat di persyarikatan Muhammadiyah. Lahir di Kauman, Yogyakarta, pada tanggal 10 November 1883, dia putra Wedana Haji Hoesni. Hisyam bin Haji Hoesni masih termasuk kerabat jauh K.H. Dahlan (Djarnawi Hadikusuma, t.t.: 35). Selain menjabat sebagai abdi dalem, Hisyam muda seorang pengusaha batik (batikhandel) di Kauman. Dalam iklan hari raya Idul Fitri yang dimuat di Soeara Moehammadijah nomor 5 dan 6 tahun 1925 disebutkan nama-nama tokoh Muhammadiyah, salah satunya ialah istri Haji Hisyam. Dalam iklan tersebut disebutkan identitas istri Haji Hisyam sebagai lid (anggota) ’Aisyiyah dan batikhandel Kauman, Yogyakarta.
Menurut sumber Djarnawi Hadikusuma (t.t.: 35), Haji Hisyam dikenal sebagai seorang pakar hukum Islam. Dia juga memiliki keahlian dalam manajemen dan administrasi. Keahliannya boleh dikata cukup mahir untuk ukuran zamannya. Perhatiannya terhadap dunia pendidikan diterapkan dalam keluarga. Semua putra dan putri Haji Hisyam mendapat pendidikan formal, baik pendidikan umum dan agama. Muhammad Ziad, putra Haji Hisyam, mendapat pendidikan Europes Kweekschool di Surabaya. Muhammad Hadjam, juga putra Haji Hisyam, mendapat pendidikan Hogere Kweekschool di Purworejo.
Karir organisasi Haji Hisyam dimulai ketika dia bersedia bergabung dengan K.H. Ahmad Dahlan membentuk kepengurusan Boedi Oetomo kring Kauman. Hisyam termasuk salah satu di antara murid-murid inti yang mendapat pengajian dan pengajaran langsung dari K.H. Ahmad Dahlan. Selagi mudah, Hisyam sudah terlihat sebagai pemuda cakap yang mementingkan pengajaran bagi generasi muda.
Ketika Muhammadiyah dideklarasikan (1912), Hisyam berumur sekitar 29 tahun. Ketika HB Muhammadiyah membentuk empat unsur pembantu pimpinan, Haji Hisyam mendapat amanat sebagai ketua Bagian Sekolahan. Jabatan ketua pertama unsur pembantu pimpinan ini diamanatkan kepada Haji Hisjam yang berumur sekitar 37 tahun.
Haji Hisyam adalah satu-satunya murid inti hasil didikan K.H. Ahmad Dahlan yang berhasil menduduki posisi sebagai president HB Muhammadiyah. Pasca wafat K.H. Ibrahim (1934), dalam Congres Muhammadiyah ke-23 tahun 1934 di Yogyakarta, Haji Hisyam terpilih sebagai president HB Muhammadiyah. Bersama Djiwosewojo, Haji Hisyam mendapat anugrah bintang Ridder Orde van Oranje Nassau dari Ratu Belanda. Anugrah ini diberikan kepada para pejabat, priyayi atau orang-orang yang dianggap berjasa kepada pemerintah Belanda dan masyarakat pada waktu itu.
Kepemimpinan Haji Hisyam berlangsung sejak tahun 1934-1937. Dalam Congres Muhammadiyah ke-26, kelompok pemuda, M. Basiran, Abdul Hamid, Farid Ma’ruf, dan lain-lain, menolak kepemimpinan kelompok tua, Haji Hisyam, Haji Mochtar, dan Haji Syujak. Ki Bagus Hadikusumo menjembatani konflik antara kubu kaum muda dan kaum tua ini. K.H. Mas Mansur, Konsul Muhammadiyah Surabaya, kemudian diminta untuk menjabat sebagai president HB Muhammadiyah.
Selain menjabat sebagai president HB Muhammadiyah, Haji Hisyam juga pernah menjabat sebagai Penghulu di kabupaten Magelang pada tahun 1937. Haji Hisyam meninggal dunia pada 20 Mei 1945. (Mu'arif/Tulisan ini telah dimuat di www.alif.id)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar