Haji Hisyam |
”Saya akan membawa kawan-kawan kita pengurus bagian sekolahan berusaha
memajukan pendidikan dan pengajaran sampai dapat menegakkan gedung universiteit
Muhammadiyah yang megah untuk mencetak sarjana-sarjana Islam dan maha-maha guru
Muhammadiyah guna kepentingan umat Islam pada umumnya dan Muhammadiyah pada
khususnya” (Haji Hisyam).
Itulah ikrar Haji
Hisyam di hadapan rapat anggota Muhammadiyah yang dipimpin langsung oleh K.H.
Ahmad Dahlan ketika pembentukan empat departemen pertama di Muhammadiyah:
Bagian Sekolahan, Bagian Tabligh, Bagian Taman Pustaka, dan Bagian Penolong
Kesengsaraan Oemoem. Rapat anggota Muhammadiyah diselenggarakan pada tanggal 17
Juli 1920 di gedung Hoofdbestuur (HB)
Muhammadiyah Kauman, Yogyakarta. Haji Hisyam mendapat amanat sebagai ketua
Bagian Sekolahan. Haji Fachrodin mendapat amanat sebagai ketua Bagian Tabligh.
Haji Mochtar mendapat amanat sebagai ketua Bagian Taman Pustaka. Haji Syujak
mendapat amanat sebagai ketua Bagian Penolong Kesengsaraan Oemoem (Syujak, 1989:
31).
Ketua Pertama Bagian Sekolahan
Sejak tahun
1912-1919, perkembangan sekolah-sekolah Muhammadiyah meski tidak terlalu pesat
tetapi cukup signifikan. Berawal dari Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah
yang dirintis K.H. Ahmad Dahlan, konsep pendidikan Islam terpadu ini menjadi
model bagi pengembangan sekolah-sekolah Muhammadiyah di luar kampung Kauman.
Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah yang dikenal dengan nama ”Sekolah Kiai”
berubah status menjadi Volkschool (3
tahun). Kemudian berdiri Standaardschool
(4 tahun) di Suronatan. Sampai memasuki tahun 1919, sekolah-sekolah
Muhammadiyah sudah mencapai puluhan. Setelah Bagian Sekolahan (Departement van Onderwijs) terbentuk di
bawah kepemimpinan Haji Hisyam, pertumbuhan sekolah-sekolah Muhammadiyah
semakin pesat. Sumber H.Mh. Mawardi (1977) menyebutkan, sampai memasuki tahun
1932, jumlah Volkschool Muhammadiyah
mencapai 103
sekolah dan Standaardschool
Muhammadiyah 47 sekolah.
Pertumbuhan sekolah-sekolah Muhammadiyah yang
cukup pesat tidak bisa lepas dari peran Bagian Sekolahan. Sosok Haji Hisyam adalah
sang arsitek yang meletakkan roadmap
pengembangan sekolah-sekolah Muhammadiyah yang mulai menjangkau sekolah tingkat
lanjutan. Namun Haji Hisyam tidak sendirian dalam merancang pengembangan
sekolah-sekolah Muhammadiyah. Ia mendapat suntikan pemikiran dan tenaga dari
dua sosok penting yang nama mereka kurang populer di kalangan warga
Muhammadiyah saat ini. Kedua sosok tersebut adalah Sosrosoegondo dan Djojosoegito.
Alfian dalam bukunya Politik Kaum
Modernis (2010) menempatkan dua sosok ini sebagai peletak fundamen
pendidikan Muhammadiyah. Sosrosoegondo adalah guru di Kweekschool Jetis yang menjadi kawan dekat K.H. Ahmad Dahlan. Sedangkan
Djojosoegito adalah Guru Sejarah yang menguasai bahasa Inggris dan Belanda. Sosrosoegondo
kemudian bergabung di Muhammadiyah menduduki posisi sebagai wakil ketua Bagian
Sekolahan. Sedangkan Djojosoegito masuk jajaran struktural HB Muhammadiyah menduduki
posisi sebagai sekretaris umum, mendampingi K.H. Ahmad Dahlan.
Mulai tahun
1920, di bawah Manajemen Bagian Sekolah, HB Muhammadiyah merintis sekolah
berbahasa Belanda, seperti: Holland Inlandsche School (HIS) met de
Qur’an. Pada tahun 1926 HIS met de Qur’an mendapat pengakuan dan
subsidi dari pemerintah kolonial Belanda. Tahun 1930, Muhammadiyah merintis Schakelschool
yang diperuntukkan bagi anak-anak lulusan Volksschool yang ingin
menuntut ilmu yang lebih tinggi. Pada akhir tahun 1932, Muhammadiyah memiliki
69 HIS dan 25 Schakelschool.
Sejak tahun
1918, sepuluh lulusan Standaardschool dikumpulkan oleh K.H. Ahmad Dahlan
dan diberi pelajaran agama tingkat lanjutan. Sekolah ini diberi nama ”Qismul
Arqa” (Hooger School). Qismul-Arqa
berubah nama menjadi Kweekschool Islam
lalu diganti dengan nama Kweekschool Muhammadiyah. Kweekschool Muhammadiyah inilah yang kemudian berubah menjadi Madrasah
Mu’allimin Muhammadiyah. Pada tahun 1929, murid-murid putri dipisahkan
menjadi Madrasah Mu’allimat. Pada tahun 1926, Muhammadiyah membuka
Kursus Guru Volksschool (CVO) untuk
mempersiapkan calon guru Volksschool.
Tahun
1938, Muhammadiyah merintis Klein
Handel-School (Sekolah Dagang Kecil) dan Huishoud School (Sekolah Kerumahtanggaan). Pada tahun 1937,
Muhammadiyah membuka Inlandsche MULO
Muhammadiyah (SMP Pribumi) dengan mendapat subsidi dari pemerintah. Pada tahun
1934, Muhammadiyah mendirikan Algemeene Middelbare School (AMS) di
Batavia yang dipimpin oleh Ir. Juanda.
Haji Hisyam
Haji Hisyam adalah salah satu di
antara murid-murid K.H. Ahmad Dahlan yang berjuang sampai akhir hayat di
persyarikatan Muhammadiyah. Lahir di Kauman, Yogyakarta, pada tanggal 10
November 1883, dia putra Wedana Haji
Hoesni. Hisyam bin Haji Hoesni masih termasuk kerabat jauh K.H. Dahlan
(Djarnawi Hadikusuma, t.t.: 35). Selain menjabat sebagai abdi dalem, Hisyam muda seorang pengusaha batik (batikhandel) di Kauman. Dalam iklan hari
raya Idul Fitri yang dimuat di Soeara
Moehammadijah nomor 5 dan 6 tahun 1925 disebutkan nama-nama tokoh
Muhammadiyah, salah satunya ialah istri Haji Hisyam. Dalam iklan tersebut disebutkan
identitas istri Haji Hisyam sebagai lid
(anggota) ’Aisyiyah dan batikhandel
Kauman, Yogyakarta.
Menurut sumber Djarnawi Hadikusuma (t.t.: 35), Haji Hisyam
dikenal sebagai seorang pakar hukum Islam. Dia juga memiliki keahlian dalam
manajemen dan administrasi. Keahliannya boleh dikata cukup mahir untuk ukuran
zamannya. Perhatiannya terhadap dunia pendidikan diterapkan dalam keluarga.
Semua putra dan putri Haji Hisyam mendapat pendidikan formal, baik pendidikan
umum dan agama. Muhammad Ziad, putra Haji Hisyam, mendapat pendidikan Europes Kweekschool di Surabaya. Muhammad
Hadjam, juga putra Haji Hisyam, mendapat pendidikan Hogere Kweekschool
di Purworejo.
Karir organisasi Haji Hisyam dimulai ketika dia bersedia
bergabung dengan K.H. Ahmad Dahlan membentuk kepengurusan Boedi Oetomo kring Kauman. Hisyam termasuk salah satu
di antara murid-murid inti yang mendapat pengajian dan pengajaran langsung dari
K.H. Ahmad Dahlan. Selagi mudah, Hisyam sudah terlihat sebagai pemuda cakap
yang mementingkan pengajaran bagi generasi muda.
Ketika Muhammadiyah dideklarasikan (1912), Hisyam berumur
sekitar 29 tahun. Ketika HB Muhammadiyah membentuk empat unsur pembantu
pimpinan, Haji Hisyam mendapat amanat sebagai ketua Bagian Sekolahan. Jabatan
ketua pertama unsur pembantu pimpinan ini diamanatkan kepada Haji Hisjam yang
berumur sekitar 37 tahun.
Haji Hisyam adalah satu-satunya murid inti hasil didikan
K.H. Ahmad Dahlan yang berhasil menduduki posisi sebagai president HB Muhammadiyah. Pasca wafat
K.H. Ibrahim (1934), dalam Congres Muhammadiyah ke-23 tahun 1934 di Yogyakarta,
Haji Hisyam terpilih sebagai president
HB Muhammadiyah. Bersama Djiwosewojo, Haji Hisyam mendapat anugrah bintang Ridder
Orde van Oranje Nassau dari Ratu Belanda. Anugrah ini diberikan kepada para
pejabat, priyayi atau orang-orang yang dianggap berjasa kepada pemerintah
Belanda dan masyarakat pada waktu itu.
Kepemimpinan
Haji Hisyam berlangsung sejak tahun 1934-1937. Dalam Congres Muhammadiyah
ke-26, kelompok pemuda, M. Basiran, Abdul Hamid, Farid Ma’ruf, dan lain-lain,
menolak kepemimpinan kelompok tua, Haji Hisyam, Haji Mochtar, dan Haji Syujak.
Ki Bagus Hadikusumo menjembatani konflik antara kubu kaum muda dan kaum tua
ini. K.H. Mas Mansur, Konsul Muhammadiyah Surabaya, kemudian diminta untuk
menjabat sebagai president HB
Muhammadiyah.
Selain menjabat sebagai president HB Muhammadiyah, Haji Hisyam juga pernah menjabat sebagai
Penghulu di kabupaten Magelang pada tahun 1937. Haji Hisyam meninggal dunia
pada 20 Mei 1945. (Mu'arif/Tulisan ini telah dimuat di www.alif.id)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar