KH Ahmad Dahlan, Pendiri Muhammadiyah |
Sewaktu Muhammadiyah dideklarasikan (1912),
nusantara masih dalam kondisi tercerai-berai. Bangsa Indonesia belum terbentuk.
Muhammadiyah sebagai salah satu organisasi pilar pendiri NKRI ini belum
mengenal konsep ”bangsa” (nation) dan ”negara” (state), apalagi
”negara-bangsa” (nation-state). Tetapi nalar kebangsaan sudah melekat
dalam imaji para pendiri dan pengurus Muhammadiyah. Lewat keputusan Tanwir
tahun 1969 (Ponorogo), Muhammadiyah bercita-cita membentuk ”masyarakat Islam
yang sebenar-benarnya.”
Muhammadiyah
Selama tiga periode pertama kepemimpinan
Muhammadiyah (KH. Ahmad Dahlan, KH. Ibrahim, dan KH. Hisyam) tidak banyak menyinggung
perdebatan tentang visi kebangsaan. Tetapi gagasan tentang persatuan umat
menjadi visi bersama para pendiri Muhammadiyah. Setelah memasuki periode
kepemimpinan KH. Mas Mansur (1936-1942) dan Ki Bagus Hadikusumo (1942-1953),
Muhammadiyah baru berperan aktif dalam merumuskan visi kebangsaan Indonesia.
Konstelasi politik nasional pada waktu itu memang memaksa ormas Islam modernis
ini terlibat langsung dalam perjuangan politik demi merebut kemerdekaan.
Lewat kepemimpinan KH. Mas Mansur dan
Ki Bagus Hadikusumo, Muhammadiyah memainkan peran politik kebangsaan yang cukup
signifikan. KH. Kedua tokoh Muhammadiyah ini dikenal sebagai ulama,
intelektual, dan aktivis pergerakan nasional. Secara tidak langsung,
Muhammadiyah turut memberikan warna tersendiri dalam proses pembentukan visi
kebangsaan Indonesia.
Di samping sebagai tokoh pergerakan
nasional dan intelektual yang cemerlang, KH. Mas Mansur adalah seorang ideolog
besar. Kepemimpinan KH. Mas Mansur di Persyarikatan Muhammadiyah tidak kalah
pentingnya dengan kiprahnya di pentas perpolitikan nasional. Sebagai seorang
ideolog, KH. Mas Mansur termasuk tokoh yang paling berjasa dalam membentuk dan
mengisi jiwa gerakan Muhammadiyah (Mustafa Kamal Pasha, Adabi Darban, 2003).
Sikap KH. Mas Mansur sangat tegas
kepada pemerintah kolonial Belanda. Sikapnya yang cukup tegas ketika menentang
ordonasi guru dan pencatatan perkawinan oleh pemerintah Belanda. Di bawah
kepemimpinannya, pada tahun 1937, lewat kongres XXVI, Muhammadiyah mencanangkan
program perbaikan ekonomi bagi bumi putra (bangsa). Lewat kebijakan ini, Mas
Mansur menghendaki agar bangsa Indonesia kuat dan mandiri secara ekonomi.
Di bawah kepemimpinan KH. Mas Mansur,
Muhammadiyah menentang ordonansi sidang dan mengganti semua istilah Hindia
Belanda dengan bahasa Indonesia (Melayu). Pada kongres XXVIII di Medan (1939),
Muhammadiyah mendukung gerakan kebangkitan nasional yang dipelopori oleh kaum
muda di tanah air dalam menggunakan bahasa nasional.
Menjelang kemerdekaan (1942),
Muhammadiyah kembali memainkan berperan aktif dalam politik kebangsaan,
khususnya pada periode kepemimpinan Ki Bagus Hadikusumo. Ki Bagus Hadikusumo
juga dikenal sebagai ideolog besar. Perannya dalam Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) cukup besar dalam merumuskan Pembukaan (Preambule)
Undang-undang Dasar (UUD).
Pada mulanya, Ki Bagus Hadikusumo adalah tokoh
yang sangat getol memperjuangkan Islam dalam konstitusi negara. Dalam perumusan
Preambule UUD 45, tokoh Muhammadiyah ini lebih sepakat mengacu pada Piagam
Jakarta yang menggunakan struktur redaksi: “Ketuhanan dengan kewajiban
menjalankan Syariat Islam bagi pemeluknya.”
Sikap keras Ki Bagus Hadikusumo hampir saja
melahirkan perpecahan di kalangan PPKI. Jika unsur Islam dimasukkan ke dalam
konstitusi negara, maka orang-orang dari Indonesia Timur mengancam memisahkan
diri. Lewat diplomasi Mr. Kasman Singodimejo, seorang tokoh Muhammadiyah pula,
Ki Bagus Hadikusumo merelakan penghapusan tujuh kata dalam Piagam Jakarta demi
persatuan bangsa (HS. Prodjokusumo, 1983).
Meskipun secara eksplisit tidak dapat
menerapkan tujuh kata dalam Piagam Jakarta, tetapi secara implisit umat Islam
berhasil menerapkan ajaran tauhid sebagai sila pertama. Hasilnya, semua kalangan umat beragama di
Indonesia menyepakati rumusan sila pertama tersebut. Umat Islam harus berbangga
hati karena secara politik telah berhasil mewujudkan ajaran tauhid
sebagai Dasar Negara Republik Indonesia.
Karena usulan atas rumusan sila pertama
merupakan buah dari perjuangan Ki Bagus Hadikusumo dan Mr. Kasman Singodimejo,
maka Muhammadiyah patut berbangga hati karena dua tokohnya berhasil
memperjuangkan rumusan Dasar Negara Republik Indonesia.
Visi Kebangsaan
Muhammadiyah tidak
bercita-cita mendirikan ”Negara Islam”, tetapi justru berupaya mewujudkan
”masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.” Dalam Khittah Ujung Pandang (1971),
Muhammadiyah merumuskan diri sebagai gerakan dakwah Islam yang beramal dalam
bidang kehidupan manusia dan masyarakat. Muhammadiyah tidak memasuki
politik praktis sebagai bidang garapan. Persyarikatan ini juga tidak mempunyai
hubungan organisatoris dan tidak berafiliasi pada suatu partai atau organisasi
apapun.
Muhammadiyah memandang bahwa
proses membangun masyarakat jauh lebih sulit ketimbang mendirikan sebuah
negara. Proses mendirikan sebuah negara harus melewati kekuasaan politik.
Kekuasaan politik itu bisa diraih lewat proses demokrasi melalui pemilu, bisa
juga lewat kudeta atau pemberontakan. Atas dasar ini, Muhammadiyah tidak
percaya bahwa misi keislaman bisa dilaksanakan semata-mata lewat kekuasaan.
Sebab, kekuasaan itu sangat rapuh. Sedangkan proses membangun masyarakat jauh lebih langgeng. Masyarakat adalah
kumpulan dari tiap individu yang membentuk sebuah bangsa dengan segala macam
aspirasi, impian, dan cita-cita. Dalam konteks inilah, Muhammadiyah tidak
membidik Negara Islam, tetapi mewujudkan ”masyarakat Islam yang
sebenar-benarnya.”
Tampaknya, para
pendiri dan tokoh Muhammadiyah telah menyadari betul konsekuensi dari cita-cita
terbentuknya ”masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.” Cita-cita ini jauh lebih
luhur dan langgeng ketimbang menghendaki terbentuknya sebuah Negara Islam. Berdasarkan Matan
Keyakinan dan Cita-cita Hidup (MKCH), Persyarikatan Muhammadiyah menjalankan
misi berjuang mengajak semua komponen bangsa untuk mengatur dan membangun tanah
air agar menjadi masyarakat yang adil dan makmur yang diridlai Allah swt. (Mu'arif)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar