Minggu, 22 Juni 2008

Korporatokrasi yang Memiskinkan Bangsa

Planet bumi ini sedang dikuasai oleh kekuatan para pemilik pemodal dalam skala besar. Kekuasaannya mampu melampaui batas-batas territorial suatu negara. Bahkan, kedaulatan suatu negara dengan mudah ditaklukkan lewat kebijakan-kebijakan yang didukung stakeholder milik kekuatan baru ini. John Perkins menyebut kekuatan baru ini dengan istilah "korporatokrasi."

Dalam buku Agenda-Mendesak Bangsa: Selamatkan Indonesia! (2008), Amien Rais sedang mengingatkan bangsa Indonesia bahwa sekalipun kaum imperialis telah hengkang dari bumi pertiwi, tetapi jaring laba-laba imperialisme masih mengangkangi kedaulatan bangsa. Mereka bukan Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) atau kompeni, tetapi telah bermetamorfosa dalam bentuk korporasi besar transnasional, seperti Freeport, Exxon Mobile, Newmont, dan lain-lain.

Amien Rais membeberkan fakta secara terperinci dan mengungkap sejarah imperialisme di Indonesia yang mula-mula dilakukan oleh korporasi bernama VOC. Menurutnya, VOC mampu bertahan lama mengeksploitasi kekayaan alam bangsa Indonesia (khususnya rempah-rempah) didukung oleh empat elemen utama: kebijakan pemerintah Belanda, kekuatan militer, media massa, dan mentalitas bangsa inlander.


Menghadapi VOC, seluruh bangsa Indonesia, mulai dari kalangan pejuang kemerdekaan hingga rakyat jelata menentang kehadiran kongsi dagang yang sangat merugikan ini. Tetapi kini, ketika para penjajah telah hengkang dari bumi pertiwi dan kemudian bermetamorfsa dalam bentuk perusahaan transnasional, justru bangsa ini dibuat linglung karena berhadapan dengan musuh yang kasat mata. Lewat proyek globalisasi yang didukung oleh rezim Amerika Serikat, para pemilik modal melakukan imperialisme baru dengan membentuk korporasi besar transnasional yang bertujuan mengeruk keuntungan sebesar-besarnya. Amien Rais, tokoh yang menjadi lokomotif reformasi ini, sedang mengingatkan bangsa ini bahwa korporatokrasi dalam bentuk perusahaan transnasional (Exxon, Unocal, Mobil Oil, Newmont, Freeport) telah menjarah kekayaan alam Indonesia.

Keberadaan perusahaan transnasional tak akan berjaya di Indonesia seandainya tidak didukung oleh stakeholder yang kuat. Di sinilah Amien Rais mengritik beberapa elemen pendukung neoliberalisme, yaitu: pertama, korporasi besar. Korporasi ini merupakan patology of profit, yaitu penyakit mencari keuntungan sebesar-besarnya secara membabi-buta. Yang primer adalah keuntungan, sementara yang lainnya adalah sekunder. Korporasi semacam inilah yang kemudian menjadi penindas baru. Menurut Amien Rais, kejahatan korporasi besar jauh lebih mengerikan ketimbang yang dilakukan oleh para mafia, gengster atau perampok jalanan. Sebab, kejahatan korporasi adalah membuat undang-undang yang kemudian didiktekan kepada pemerintah untuk kemudian dilegalkan.

Kedua, pemerintah. Menurut Amien Rais, pemerintah yang mendapat kekuasaan dari rakyat seharusnya lebih kuat dari korporasi transnasional. Pemerintah memiliki lembaga penegak hukum, kekuatan militer, dan mempunyai legitimasi kekuasaan dari rakyat, tetapi faktanya justru di era globalisasi sekarang ini, korporatokrasi jauh lebih kuat dibanding pemerintah. Pihak eksekutif, legislatif dan yudikatif justru takut, tunduk dan hormat secara berlebih-lebihan terhadap korporasi transnasional yang didukung penuh oleh Amerika Serikat.

Ketiga, lembaga keuangan internasional. Globalisasi merupakan proyek AS demi mewujudkan "Tatanan Dunia Baru" menurut ambisi mereka. Proyek globalisasi ditumpangi oleh kepentingan kapitalisme lewat jaringan lembaga keuangan internasional (IMF, World Bank). Ketika masuk dalam jaringan neolib ini, negara-negara berkembang akan kesulitan untuk bisa menarik diri.

Keempat, kekuatan militer. Seraya mengutip pemikiran Michael Chassudovsky, gurubesar ekonomi universitas Ottawa, Amien Rais memaparkan bahwa kekuatan militer AS (Departemen Pertahanan dan CIA) memiliki hubungan yang kuat dengan korporasi-korporasi besar dunia. Mereka menjalin kontrak politik dengan pejabat-pejabat IMF, World Bank dan WTO untuk mengamankan kepentingan korporatokrasi dunia.

Kelima, politik media massa. Korporasi-korporasi besar memainkan peran yang cukup signifikan dalam mempengaruhi opini publik lewat proses manipulasi terhadap fakta-fakta. Pada tahun 1988, Noam Chomsky dan Edward Herman telah mengingatkan bahwa media massa pada dasarnya menyuarakan kepentingan korporasi besar. Pemberitaan di media massa menjadi propaganda paling efektif demi melindungi kepentingan korporasi. Amien Rais menyebutkan contoh stasiun televisi di Amerika, seperti NBC, ABC, CBS, CNN. Keempat stasiun televisi ini masing-masing dimiliki oleh General Electric, Walt Disney Company, Viacom Inc., dan AOL-Time Warner.

Keenam, intelektual pengabdi kekuasaan. Salah satu ciri intelektual sejati, menurut Amien rais, ialah mereka bisa keluar dari kungkungan masyarakat dan negaranya dengan memiliki wawasan kemanusiaan universal. Di sini, Amien Rais sedang mengatakan bahwa intelektual sejati harus tidak terlibat dalam politik kekuasaan, tidak partisan, dan mengedepankan politik kebangsaan. Sayangnya, peran para intelektual lebih banyak terjerumus ke dalam politik kekuasaan yang memang menggiurkan. Tidak jarang kaum intelektual menanggalkan identitasnya hanya demi mengejar keuntungan duniawi. Mentalitas intelektual semacam inilah yang dimanfaatkan oleh korporasi besar untuk mengelabuhi bangsanya sendiri.

Ketujuh, elite nasional bermental inlander. Kritik Amien Rais yang paling menohok adalah pembacaannya terhadap karakteristik elite politik nasional, baik yang duduk di legislatif, yudikatif, maupun eksekutif. Mentalitas inlander merupakan istilah yang diciptakan sendiri oleh Amien Rais untuk menunjuk karakteristik para elite politik nasional yang lembek, cenderung mbeo, rendah diri, dan penakut.

Amien Rais telah membeberkan problem kepemimpinan bangsa secara detail dan mengritik secara telak sehingga seakan-akan berbagai argumentasi untuk menangkal kritik-kritik pedasnya menjadi tampak pucat pasi. Apa yang telah disampaikan oleh mantan ketua umum MPR-RI ini wajib menjadi bahan renungan buat bangsa yang sedang ditindas oleh jaringan korporatokrasi yang tidak lain merupakan penjajah baru di era globalisasi ini. Bagi para calon pemimpin bangsa, terutama para generasi muda, pemikiran Amien Rais ini wajib diketahui untuk bisa memetakan, siapakah sesunguhnya yang menjadi musuh bangsa ini. Mengapa musuh dengan leluasa mengeksploitasi kekayaan alam bangsa ini secara anarkhis tanpa memperdulikan kelestarian lingkungan sementara rakyat dibiarkan tetap miskin? (Mu'arif)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar