WS Rendra (Photo: https://sentraedukasi.com) |
WS Rendra, penyair “Burung
Merak,” adalah seorang muallaf di akhir hayatnya. Proses pencarian makna hidup
mengantarkannya kepada pilihan akhir untuk memeluk Islam. Bagaimanakah Rendra
memahami Islam dan seperti apa komentarnya tentang Muhammadiyah? Majalah Suara
Muhammadiyah edisi No. 7/Th. Ke-51/1971 pernah menurunkan hasil wawancara
Hermasnyah Nazirun dengan WS Rendra yang baru memeluk Islam.
Tentang Islam
Beberapa bulan
setelah memutuskan memeluk Islam, Rendra mendapat kiriman buku-buku agama dari
tokoh-tokoh Islam nasional. Mohammad Natsir, tokoh Masyumi, mengirimkan buku Toward
Understanding Islam karya Abul A’la Al-Maududi. Pimpinan Pusat Muhammadiyah
memberikan buku Islam The Missunderstood Religion karya Sayyid Quthub.
Bahkan, AR Fachruddin, ketua umum PP Muhammadiyah, sempat berkunjung untuk bersilaturahim
ke tempat WS Rendra.
Rendra pernah mendengar pengakuan dari seorang
tahanan politik Gestapu. Selama dalam tahanan, ia mendapat kunjungan dari para
pastur dan ulama. Kepadanya ditawarkan berbagai macam bentuk keyakinan dan
janji-janji eskatologis. Para pastur menawarinya keyakinan Nasrani dan
memberinya bimbingan ruhani. Tetapi para ulama justru bersikap sebaliknya.
Kepada tahanan politik Gestapu tersebut, para ulama justru bukannya membimbing
secara ruhani, tetapi malah memberikan pernyataan keras, mengancam dengan dalil
agama, dan menyuruhnya supaya bertobat.
“Saudara telah berbuat begini, berarti saudara
telah melakukan tindakan yang berdosa, yang dikutuk Tuhan. Oleh karena itu,
bertobatlah! Titik. Tentu saja cara membimbing dalam agama yang demikian ini
secara psikologis tidak tepat” komentar Rendra.
Komentar WS Rendra sekitar 38 tahun yang lalu
tampaknya masih relevan untuk memberikan penilaian terhadap fenomena dakwah
Islam saat ini yang masih kurang sensitif terhadap kondisi psikologis umat.
Model dakwah yang menggurui, bukan membimbing, masih menjadi cirri khas para
muballigh saat ini. Dakwah yang menebar ancaman, bukan menyampaikan pesan
kedamaian, juga masih mewarnai tiap-tiap pengajian atau majlis-majlis taklim.
Inilah model pendekatan dakwah yang kurang humanis.
“Kalau umat Islam mau berhasil dalam usahanya,
harus dapat mengubah sikap yang kaku dalam approach-nya, yang sebetulnya
juga tak sesuai dengan ajaran kitab suci al-Qur’an” pesan Rendra.
WS Rendra, yang pada waktu itu baru beberapa bulan
memutuskan masuk Islam, sudah memahami problem metode dakwah Islam di lapangan.
Mengapa seorang muallaf jauh lebih peka memahami problem ini ketimbang para
muballigh atau ulama yang lebih memahami ajaran Islam? Tampaknya, umat Islam memang
masih harus introspeksi diri. Kelemahan ini pula yang telah mengakibatkan citra
Islam saat ini berubah menjadi agama yang garang dan seram. Agama Islam menjadi
garang karena cenderung keras tidak kenal kompromi dalam merespon berbagai
problem sosial kemasyarakatan. Islam juga berubah menjadi agama yang seram
karena para muballigh lebih senang menakut-nakuti ketimbang menyampaikan pesan
kedamaian.
Pesan kedamaian dalam Islam harus terejawantahkan
dalam kehidupan sosial-kemasyarakatan. Rendra berharap agar umat Islam lebih
memberikan perhatian pada usaha-usaha kemanusiaan, seperti perlindungan
terhadap fakir miskin, menyantuni para tahanan di lembaga pemasyarakatan, membantu
para penderita penyakit kusta, dan lain sebagainya.
“Bagaimanapun juga mereka adalah makhluk tuhan
yang berhak untuk mengecap cinta kasih dan kebahagiaan”, tegas Rendra.
Tentang Muhammadiyah
WS Rendra belum mengenal Pak AR—panggilan akrab AR
Fakhruddin—sewaktu ia bersilaturahmi ke rumahnya. Setelah pelukis Rusli
memberitahu, ia baru sadar bahwa orang yang baru saja berkunjung ke rumahnya
adalah seorang tokoh penting di Muhammadiyah. Dan Rendra telah mengenal
Muhammadiyah lewat buku Studi tentang Muhammadiyah terbitan Cornel
University.
Belajar dari sejarah bangsa ini, Rendra yakin akan
peran organisasi massa dalam membangun sistem sosial kemasyarakatan. Menurutnya, setiap usaha membangun
sosial-kemasyarakatan, peran elite group senantiasa menentukan. Umat
Islam di Indonesia sudah memiliki elite group di masa memasuki
kemerdekaan lewat peran Serikat Dagang Islam (SDI) yang kemudian berubah
menjadi Serikat Islam (SI). Menurut Rendra, ternyata membina kaum borjuis
nasional, SI juga banyak memberikan nafas dan dorongan perjuangan nasional demi
mewujudkan cita-cita Indonesia merdeka. Rendra sempat menyayangkan, ketika SI
dirusak oleh Semaun dan kawan-kawannya (PKI).
Pasca Indonesia memasuki masa pembangunan, WS
Rendra kembali menaruh harapan besar kepada Muhammadiyah. Persyarikatan
Muhammadiyah yang didirikan KH. Ahmad Dahlan seabad yang lampau (18 November
1912) merupakan elite group yang terbukti berhasil meneruskan tradisi
SI. Selain bergerak di bidang keagamaan, Muhammadiyah merupakan ormas yang
terbukti konsisten memberdayakan masyarakat kecil, memberikan santunan dan
pelayanan sosial, dan berjuang atas nama kemanusiaan.
Sewaktu ditanya, bagaimana konsep membentuk
masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, Rendra menjawab: “Tidak perlu
dipikirkan benar-benar!” Sebab, bagaimanapun konsep yang dibuat lewat kongres
atau muktamar tidak akan berjalan jika pribadi-pribadi muslim tidak konsisten
mengamalkan ajaran Islam yang sebenar-benarnya.
Mewujudkan cita-cita Muhammadiyah “membentuk
masyarakat Islam yang sebenar-benarnya” sama sulitnya dengan membangun bangsa
dan negara Indonesia. Akan tetapi, berdasarkan pengamatan Rendra, sejarah
bangsa Indonesia terbentuk lewat peran elite group yang terbukti banyak
memberikan dorongan dan semangat dalam mewujudkan cita-cita Indonesia merdeka.
Sebagai gerakan Islam modernis, Rendra menaruh
harapan besar agar Muhammadiyah tidak menampilkan kesan sebagai ormas yang
garang dan seram dalam berdakwah. Ia berharap agar Muhammadiyah senantiasa
menjadi pengayom umat. Dengan begitu, katanya, diharapkan cita-cita
Muhammadiyah akan tercapai.
Kritik dan gagasan WS Rendra yang baru saja
menjadi seorang muallaf beberapa tahun yang silam merupakan sumbangan
berarti bagi umat Islam dan Muhammadiyah. Lewat kritik dan gagasan penyair
“Burung Merak” ini, umat Islam dan Muhammadiyah bisa bercermin dalam rangka
introspeksi diri. Mungkin benar kritik Rendra, para muballigh masih belum
bisa menerapkan pendekatan yang humanis dalam berdakwah, sehingga mengesankan
seolah-olah Islam agama yang kurang ramah. Barangkali benar kritik Rendra,
Muhammadiyah tidak perlu memikirkan benar-benar bagaimana berjuang mewujudkan
cita-citanya. Sebab, titik pangkal persoalan yang dihadapi terletak pada
pribadi-pribadi muslim yang konsisten mengamalkan ajaran Islam yang murni dalam
pandangan Muhammadiyah. (Mu'arif)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar